iNewscilacap.id - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menyatakan kekecewaan dan rasa malunya atas putusan bebas yang dijatuhkan kepada Ronald Tannur, terdakwa dalam kasus penganiayaan hingga tewas terhadap Dini Sera, perempuan asal Sukabumi, Jawa Barat.
Menurutnya, putusan ini tidak berdasar dan sangat jauh dari temuan forensik.
Kritik Ahmad Sahroni Terhadap Putusan Hakim
Ahmad Sahroni mengungkapkan keanehan dan ketidakmasukakalan vonis bebas yang diberikan kepada Ronald Tannur.
Hakim menyatakan bahwa korban meninggal karena alkohol, sementara fakta penganiayaan oleh Ronald jelas terlihat.
"Ini fakta pidana yang mutlak, aneh kalau hakim menyatakan korban meninggal karena alkohol," ujar Sahroni.
Ia juga mencurigai integritas para hakim yang terlibat dalam putusan ini, menuduh mereka tidak memiliki akses ke bukti-bukti penting seperti rekaman CCTV.
Desakan untuk Pemeriksaan Mahkamah Agung
Sahroni mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk memeriksa tiga hakim yang memutuskan vonis bebas terhadap Ronald Tannur.
Ketiga hakim tersebut adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.
Sahroni merasa putusan mereka sangat jauh dari temuan forensik dan mencurigai adanya permainan kotor.
"Kami minta Jaksa Agung ajukan kasasi dan MA periksa ketiga hakimnya," tegasnya.
Kronologi Kejadian Penganiayaan
Kasus tragis ini berawal saat Ronald dan Dini makan malam di kawasan Lakarsantri, Surabaya, pada Selasa, 3 Oktober 2023.
Setelah itu, mereka pergi ke tempat karaoke bersama beberapa teman. Pada Rabu dini hari, 4 Oktober 2023, terjadi pertengkaran antara Ronald dan Dini yang disaksikan oleh petugas di lokasi.
Ronald menendang kaki kanan Dini hingga terjatuh dan kemudian memukul kepalanya dengan botol minuman keras.
Dini kehilangan kesadaran dan akhirnya dinyatakan meninggal dunia di Rumah Sakit National Hospital Surabaya.
Motif dan Tuntutan Hukuman
Menurut Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Hendro Sukmono, penganiayaan ini dipicu oleh sakit hati dan pengaruh alkohol.
Ronald Tannur, anak mantan anggota DPR RI Edward Tannur, awalnya dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) PN Surabaya.
Namun, majelis hakim memutuskan untuk membebaskannya dari semua tuntutan.
Penutup
Kasus ini menimbulkan banyak pertanyaan dan kontroversi.
Ahmad Sahroni dan Komisi III DPR RI berharap agar Mahkamah Agung dapat mengkaji ulang putusan ini dan memberikan keadilan yang layak bagi keluarga korban.
Desakan untuk mengajukan kasasi dan memeriksa para hakim diharapkan dapat mencegah kejadian serupa di masa mendatang dan memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan adil.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait