get app
inews
Aa Text
Read Next : Bus Terjun Bebas dari Tebing Setinggi 75 Meter di Kosta Rika, 9 Penumpang Tewas

Pengalaman Tidak Menyenangkan Naik Bus Sinar Jaya: Capek, Dioper, dan Komunikasi yang Bikin Emosi

Selasa, 29 April 2025 | 03:45 WIB
header img
Pengalaman Naik Bus PO Sinar Jaya: Capek, Salah Turun, dan Komunikasi yang Bikin Emosi (Ilustrasi Bus Sinar Jaya)

CILACAP.iNewscilacap.id - Ada hari-hari di mana hidup rasanya kayak lagi di-test drive habis-habisan.
24 April 2025 buat saya, salah satunya.

Sejak membuka mata pagi itu sampai malam menjelang, segalanya serba cepat, padat, penuh sesak, capek fisik, mental, dan emosi — tapi ya, hidup tetap harus jalan.
Berhenti? Bukan pilihan.

Awal Cerita: Lelah yang Sudah Dimulai Sehari Sebelumnya

Sebenarnya, rasa lelah sudah mulai terasa sejak 23 April.
Jakarta di musim Lebaran itu... jangan ditanya.
Jadwal silaturahmi ke rumah saudara penuh dari pagi hingga malam, plus ada agenda mendadak bertemu senior di Gedung DPR RI.

Bayangin aja: bolak-balik menembus macet Jakarta yang brutal sambil tetap harus tampil fresh, sopan, dan ramah.
Padahal, di dalam hati, tenaga sudah hampir habis.
Tapi ya sudahlah — bagian dari perjalanan hidup yang nggak bisa di-skip.

Masuk ke tanggal 24, situasinya nggak lebih ringan.
Ayah saya harus berangkat ke Brunei Darussalam, dan otomatis saya kebagian tugas penuh: nemenin belanja kebutuhan, bantu packing, lalu nganter ke bandara.

Badan? Sudah teriak-teriak minta rebahan.
Tapi ada kalanya, rasa capek harus kalah sama prioritas keluarga.
Saya tahu, momen kayak gini bareng orang tua nggak bakal bisa diulang.

Selesai semua urusan dan ayah sudah terbang, saya akhirnya sempat duduk santai di bandara.
Makan, ngopi, dan ya... nyebat sedikit buat ngusir kantuk berat yang makin menggoda.

Sempat ada momen hening — saya cuma duduk, memandang lalu-lalang orang yang bergegas di departure hall, nunggu waktu bergerak perlahan ke jam 3 sore.

Sore: Menuju Terminal Kampung Rambutan

Sore itu, saya melanjutkan perjalanan ke Terminal Kampung Rambutan.
HP saya menunjuk pukul 17.00 ketika akhirnya tiba.
Badan rasanya kayak HP yang sudah tinggal 1% — goyah, berat, lemah.

Karena bus belum datang, saya cari warung kopi kecil di sudut terminal.
Di sanalah saya bertemu Pak Paradi, bapak penjual kopi yang ramah dan cepat akrab.

"Dari mana, Dek?" tanyanya sambil mengaduk kopi panas.

"Dari Cilacap, Pak," jawab saya sambil tersenyum.

Dari situ, obrolan ngalir begitu saja.
Cerita tentang kampung halaman, kerasnya hidup di Jakarta, kisah-kisah perjuangan yang getir tapi kadang diselipi tawa.

Beberapa saat kemudian, bergabung Bang Jhoni, tukang panggul di terminal yang juga punya banyak cerita soal kerasnya hidup di jalanan kota.
Kami bertiga ngobrol sambil berbagi rokok dan es teh.
Anehnya, di tengah tubuh yang sudah remuk, obrolan itu serasa ngecas batre mental saya sedikit-sedikit.

Langit makin gelap. Waktu bergerak ke pukul 18.00.
Saya sadar, malam baru akan dimulai — dan tantangan sesungguhnya mungkin belum apa-apa.

Editor : Arbi Anugrah

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut