CILACAP, iNewsCilacap.id - Stasiun Kroya menjadi salah satu stasiun yang memiliki tingkat lalu lintas perjalanan KA tersibuk di Pulau Jawa. Berada di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Stasiun Kroya menjadi lintasan pertemuan antara jalur kereta api lintas selatan dari arah Bandung dengan jalur kereta api lintas Utara dari arah Cirebon-Purwokerto.
Dilansir dari INewsPurwokerto.id, stasiun Kroya yang berada di Desa Bajing, Kecamatan Kroya merupakan stasiun besar tipe B yang memiliki sejarah panjang. Dibangun sejak 20 Juli 1887, pembangunan Stasiun Kroya dilakukan saat adanya jalur kereta api Cilacap–Kroya–Kutoarjo–Yogyakarta. Pembangunan jalur ini semakin meluas pada 1 Juli 1916, setelah dibangunnya jalur kereta api Prupuk–Kroya untuk menarik penumpang dari wilayah Kota Cirebon.
Stasiun Kroya. Foto: Walkpedia
Sejak kereta api Eendaagsche Expres (ekspres satu hari) diresmikan oleh Staatsspoorwegen (SS) pada 1 November 1929, stasiun Kroya sempat digunakan sebagai tempat penggabungan rangkaian Eendaagsche Expres yang melayani rute Batavia-Soerabaja pp dengan pengumpannya (KA feeder) yang datang dari arah Bandung.
Stasiun Kroya sendiri pernah populer pada tahun 1981 dalam film Kereta Api terakhir yang disutradarai oleh Mochtar Soemodimedjo dan dibintangi oleh Deddy Sutomo dan Gito Rollies. Film yang berkisah tentang perjuangan bangsa Indonesia dengan latar belakang gagalnya Perjanjian Linggarjati ini diangkat dari sebuah novel Kereta Api Terakhir ke Jogjakarta berjudul 'Roman Revolusi 45 karya Pandir Kelana'. Film tersebut penuh dengan cerita romantik, baik terhadap kepahlawanan, maupun kisah cinta ayam dibaliknya.
Bangunan Stasiun Kroya sendiri awalnya hanya terdiri dari bangunan utama dan peron yang memiliki kanopi hampir mirip dengan Stasiun Manggarai. Seiring meningkatnya volume angkutan penumpang di stasiun ini, bangunan stasiun ini kemudian dipugar dan mengganti atap stasiun dengan atap overcapping yang memayungi jalur 1–3 pada dekade tahun 1990-an.
Salah satu sudut Stasiun Kroya 1950. Foto: Dok NMVW/ IG @tjilatjaphistory
Stasiun Kroya sendiri memiliki sembilan jalur kereta api. Awalnya jalur 2 merupakan sepur lurus arah Bandung atau Cilacap maupun arah Kutoarjo, di jalur 3 merupakan sepur lurus dari dan ke arah Purwokerto, sedangkan jalur 1, 4, dan 5 digunakan sebagai jalur untuk persilangan dan penyusulan kereta api. Sementara jalur 6 dan 7 dipergunakan sebagai jalur untuk parkir KA barang dan KA ketel, serta jalur 8 dan 9 sebagai jalur yang menghubungkan ke Depo Lokomotif, bengkel KA, dan UPT Depo Mekanik.
Saat ini lintas jalur di stasiun Kroya menuju Cirebon dan Kutoarjo sudah berupa jalur ganda. Dengan adanya jalur ganda tersebut, rute Jakarta-Kroya melalui Purwokerto-Cirebon maupun sebaliknya bisa ditempuh dalam waktu 5,5–6 jam saja. Jalur ganda tersebut secara bertahap akan disambungkan hingga ke Surabaya via Kertosono-Mojokerto.
Sama seperti stasiun lainnya yang berada di Daop 5 Purwokerto, Stasiun Kroya juga memperdengarkan lonceng atau lagu keroncong berjudul "Di Tepinya Sungai Serayu" karya Soetedja Poerwodibroto. Di mana lagu tersebut diperdengarkan setiap kali ada kereta api yang singgah untuk melayani penumpang maupun persilangan dan penyusulan antarkereta api.
Editor : Arbi Anugrah