Pengalaman Naik Bus Sinar Jaya yang Penuh Drama: Sopir Sakit, Komunikasi Buruk dan Minim Penjelasan!

CILACAP.iNewscilacap.id - Tanggal 24 April 2025 menjadi hari yang menguras fisik dan mental saya secara total.
Sejak pagi hingga malam, hidup terasa seperti tombol fast-forward: padat, melelahkan, dan penuh kejutan tidak menyenangkan — terutama saat perjalanan pulang menggunakan Bus Sinar Jaya.
Sebenarnya rasa lelah sudah terasa sejak 23 April. Di hari itu saya disibukkan dengan agenda silaturahmi Lebaran ke rumah saudara di Jakarta, disusul pertemuan dengan senior di Gedung DPR RI. Bolak-balik menghadapi kemacetan ibu kota sambil tetap harus tampil segar sungguh menguras tenaga.
Masuk ke 24 April, ayah saya harus berangkat ke Brunei Darussalam, dan saya kebagian tugas menemani belanja, bantu packing, hingga mengantar ke bandara. Waktu beristirahat nyaris tidak ada. Usai melepas keberangkatan ayah, barulah saya sempat duduk santai sejenak, makan, ngopi, dan menunggu waktu berangkat ke terminal.
Menjelang Magrib, saya tiba di Terminal Kampung Rambutan. Badan rasanya sudah seperti HP dengan baterai 1%. Karena bus belum juga datang, saya mampir ke sebuah warung kopi kecil dan bertemu Pak Paradi, seorang penjual kopi yang ramah.
Obrolan dengan beliau mengalir menyenangkan, membahas kehidupan kampung hingga kerasnya mencari nafkah di Jakarta. Tak lama datang Bang Jhoni, tukang panggul terminal yang juga punya cerita hidup luar biasa. Kami ngobrol sambil minum es teh dan berbagi rokok. Momen kecil yang memberi sedikit energi di tengah kelelahan.
Sekitar pukul 18.00, saya bertemu dengan dua penumpang lain, Zia dan Shifa, yang ternyata berasal dari dusun yang sama dengan saya di Kawunganten, Cilacap. Dunia memang sempit! Namun, suasana tenang ini berubah drastis saat petugas PO Sinar Jaya mendatangi kami.
"Mas, supir bus-nya sakit. Nanti turun di KM 19, dijemput bus lain," Ucap si kenek sambil menunjukan nomer Whatsapp supir pengganti.
Saya langsung panik. Turun di jalan tol malam-malam? Tanpa kejelasan? Saya hanya bisa pasrah dan mengikuti instruksi, setelah menghubungi sopir pengganti via WhatsApp.
Bus pun berangkat. Di tengah kantuk yang luar biasa, saya berusaha tetap terjaga sambil mendengarkan podcast horor dari RJL 5 — pilihan yang jelas kurang tepat untuk situasi ini.
Namun, bus malah berhenti bukan di jalan tol, melainkan di Pool Sinar Jaya Cibitung. Sopir dan kenek menyuruh kami turun tanpa penjelasan memadai. Saya dan Shifa kebingungan. WA ke sopir pengganti tidak dibalas. Rasanya benar-benar frustasi.
Setelah lebih dari satu jam, akhirnya sekitar pukul 20.36, saya dihubungi sopir pengganti dan diminta segera naik ke bus baru. Akhirnya kami bisa melanjutkan perjalanan ke Kawunganten — dalam kondisi badan remuk, tapi setidaknya perasaan sedikit lega.
Sebagai pelanggan setia PO Sinar Jaya, saya merasa perlu memberikan kritik membangun:
Penumpang tidak boleh dibiarkan bingung di tengah perjalanan. Koordinasi antar sopir, kenek, dan petugas harus lebih rapi dan cepat.
Jika ada perubahan rencana, sampaikan secara transparan dan komunikatif. Jangan biarkan penumpang menebak-nebak.
Attitude yang sopan dan profesional sangat penting. Pelayanan yang baik bisa menjadi alasan pelanggan kembali, bahkan saat ada masalah teknis.
Saya menulis pengalaman ini bukan untuk menjatuhkan, melainkan agar PO Sinar Jaya dapat terus memperbaiki sistem dan layanannya. Sebagai salah satu operator bus ternama, harapannya perjalanan menggunakan Bus Sinar Jaya bisa menjadi pengalaman yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi semua penumpang — bukan malah penuh kecemasan dan ketidakpastian.
Editor : Arbi Anugrah