Warga setempat segera membawanya ke tabib, namun Wiryadi sudah tidak tertolong dan akhirnya meninddal dunia.
Kepergian Wiryadi memberikan kesedihan mendalam bagi Sarinah dan Sarinten. Sepeninggal Wiryadi, Sarinah menjadi tulang punggung untuk menghidupi anaknya, Sarinten yang turut membantu menggantikan pekerjaan ayahnya.
Sarinah pun merasa berat menanggung beban hidup tanpa suaminya. Usia yang sudah mulai tua juga tak dapat bekerja secara maksinal, sedangkan Sarinten juga terlihat kurus karena bekerja di sawah.
Atas pertimbangan itu, Sarinah kembali membujuk Sarinten untuk menikah dengan Suta Winata agar keluarganya ada yang membantu dalam bekerja.
Kemudian, Sarinten menuruti permintaan ibunya dan mau menikah dengan Suta Winata. Namun, ia minta ada syarat sebelum menjadi istrinya, yaitu Suta Winata harus membunuh babi hutan yang membunuh ayahnya.
Syarat tersebut pun diterima dengan senang hati, apalagi Suta Winata senang berburu babi hutan. Namun, mencari babi hutan dengan tanduk patah tidak mudah. Ia berhari-hari keluar masuk hutan memburu hewan liar tersebut.
Hingga akhirnya, ia berhasil membunuh dengan tombaknya. Kabar tersebut pun melegakan perasaan Sarinten karena Suta Winata bersedia menepati janjinya. Ia bersedia menikah, meskipun dalam hatinya masih belum dapat menerima calon suaminya tersebut.
Belum genap 40 hari keduanya menikah, mereka pergi ke ladang. Suta Winata selalu merayu istrinya yang cantik jelita itu. Namun, ia merasa malu lalu berlari menuju ke curug (air terjun) yang diikuti oleh Suta Winata.
Ketika berlari, ia tak sadar kalau di tengah curug terdapat sumber air yang dalam. Ia terpeleset dan jatuh ke sumber tersebut di bawah air terjun.
Suta Winata mencoba menyelamatkan istrinya dengan menyebur ke bawah air trjun, tapi naasnya ia itu tenggelam. Keduanya meninggal di air terjun. Usai kejadian tersebut, oleh warga tempat itu diberi nama “Curug Pengantin”.
Editor : Arbi Anugrah