Pendidikan non-formal menawarkan kesempatan belajar yang lebih fleksibel, baik dari segi waktu maupun materi yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik perempuan. Hal ini memungkinkan perempuan untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuan mereka tanpa harus meninggalkan tanggung jawab utama mereka.
Kemandirian dan Kemampuan Mengadvokasi Diri Sendiri
Salah satu tujuan utama dari pendidikan non-formal, menurut Ammy, adalah untuk membantu perempuan menjadi lebih mandiri dan mampu mengadvokasi hak-hak mereka sendiri.
Di berbagai sektor, perempuan sering kali dihadapkan pada tantangan yang kompleks, baik itu dalam aspek hukum, sosial, maupun budaya. Pendidikan non-formal memberikan bekal kepada perempuan untuk tidak hanya memahami hak-hak mereka, tetapi juga memperjuangkannya.
Ammy menyoroti bahwa di banyak daerah, termasuk Cilacap, perempuan masih rentan terhadap berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan.
“Perempuan yang berpendidikan, baik secara formal maupun non-formal, akan lebih mampu berdiri untuk dirinya sendiri. Mereka bisa menjadi advokat untuk hak-hak mereka, serta berperan lebih aktif dalam pengambilan keputusan di lingkungan mereka,” katanya.
Dalam konteks hukum, misalnya, Ammy percaya bahwa pendidikan non-formal dapat membantu perempuan memahami mekanisme perlindungan hukum yang tersedia bagi mereka, termasuk cara melaporkan kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual, atau pelanggaran hak-hak mereka.
Pendidikan ini juga penting untuk membekali perempuan dengan pengetahuan tentang hak-hak mereka di tempat kerja, di mana mereka sering kali menjadi korban ketidakadilan atau eksploitasi.
Perempuan Sebagai Pilar Pertumbuhan Ekonomi
Ammy juga melihat bahwa perempuan memiliki potensi besar untuk menjadi motor penggerak ekonomi lokal. Dengan memberikan akses yang lebih luas terhadap pendidikan non-formal, perempuan dapat lebih mandiri secara finansial dan mampu berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi daerah.
“Perempuan harus bisa menjadi pilar pertumbuhan ekonomi,” tegas Ammy. Ia menekankan bahwa dengan keterampilan yang tepat, perempuan dapat membuka usaha sendiri, mengelola keuangan keluarga dengan lebih baik, dan berpartisipasi dalam sektor ekonomi formal. Ammy menyebut contoh-contoh pendidikan non-formal seperti pelatihan kewirausahaan, manajemen keuangan, dan kursus digital marketing yang dapat membantu perempuan menjadi lebih produktif dan inovatif.
Dalam konteks pertumbuhan ekonomi daerah, pemberdayaan perempuan melalui pendidikan non-formal juga berpotensi menciptakan lapangan pekerjaan baru. Perempuan yang terampil dan mandiri tidak hanya menjadi pekerja yang lebih baik, tetapi juga dapat menjadi pengusaha yang membuka peluang kerja bagi orang lain. Dengan demikian, dampak pendidikan non-formal tidak hanya dirasakan oleh individu perempuan itu sendiri, tetapi juga oleh masyarakat secara keseluruhan.
Pendidikan Non-Formal untuk Mengatasi Masalah Sosial
Selain aspek ekonomi, Ammy juga melihat bahwa pendidikan non-formal dapat menjadi solusi untuk berbagai masalah sosial yang sering dihadapi perempuan. Di Cilacap, seperti di banyak daerah lainnya di Indonesia, isu-isu seperti perkawinan anak, kekerasan terhadap perempuan, dan kesenjangan gender masih menjadi tantangan besar.
Ammy menekankan bahwa pendidikan non-formal yang dirancang dengan baik dapat membantu mengatasi masalah-masalah ini. “Melalui pendidikan non-formal, kita bisa memberikan pemahaman yang lebih baik kepada perempuan tentang dampak negatif perkawinan anak, hak-hak kesehatan reproduksi, dan cara melindungi diri dari kekerasan dalam rumah tangga,” katanya.
Ia menambahkan bahwa program-program pendidikan non-formal juga bisa menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran masyarakat secara umum, termasuk laki-laki, tentang pentingnya kesetaraan gender dan hak-hak perempuan. Dengan demikian, pemberdayaan perempuan tidak hanya terbatas pada upaya individual, tetapi juga menjadi bagian dari perubahan sosial yang lebih luas.
Editor : Arbi Anugrah