Dalam PP no 85 tahun 2021 disebutkan dalam sejumlah pasal yang dirasa memberatkan. Diantaranya yakni tarikan biaya PNBP yang diambil sebesar 10% bagi kapal dengan berat di atas 60 grosston (GT) dan 5% untuk kapal di bawah 60 GT.
Adanya biaya tambat yang mencapai Rp2 ribu dikalikan panjang kapal juga sangat membebani para nelayan dan pelaku usaha perikanan serta pemilik kapal.
"Kami mengadakan aksi menuntut supaya aturan tersebut dihapus atau diubah. Jika memang perubahan memakan waktu lama, maka harus ada solusi. Data yang saya pegang misalnya, kapal yang tidak melaut karena cuaca buruk juga bakal ditarik biaya tambat labuh. Bahkan ada yang sampai Rp11 juta hingga Rp19 juta. Padahal, kapal tersebut tidak melaut,” ujar salah satu orator aksi, Supriyanto.
Menanggapi tuntutan nelayan yang melakukan aksi unjuk rasa tersebut, Kepala PPSC Imas Masriah mengatakan jika pihaknya sebagai kepanjangan tangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) siap menyampaikan aspirasi para pelaku usaha perikanan dan nelayan.
"Kalau untuk mengubah PP membutuhkan waktu cukup lama hingga 5-6 bulan. Maka yang dapat dilakukan adalah kebijakan yang tidak melanggar aturan. Misalnya soal PNBP yang mencapai 10%. Aturannya belum bisa diubah, maka yang disiasati adalah harga acuan ikan. Bisa saja harga ikan direndahkan. Misalnya kalau harga sebenarnya Rp50 ribu per kg, namun nantinya yang dihitung Rp20 ribu atau Rp25 ribu. Ini jalan keluar sebelum ada perubahan PP," jelasnya.
Terkait biaya tambat labuh, Imas mengakui jika pelabuhan dengan kewenangan antara pemerintah pusat dan provinsi berbeda aturannya.
Para nelayan yang bertemu dengan Ketua DPRD Cilacap Taufik Nurhidayat untuk berdialog di Gedung DPRD mengungkapkan jika pihaknya siap untuk menyampaikan aspirasi pelaku usaha perikanan dan nelayan.
Editor : Arbi Anugrah