Ayahnya wafat secara mendadak. Tidak ingin merepotkan sang ibu, Ahmad memilih masuk pesantren. Saat itu usia Ahmad masih 5 tahun.
"Dia (Ahmad) memutuskan sendiri (masuk pesantren). Dia bilang, 'Ibu, saya besok ikut Mas Rafa mondok ya.' Terus saya bilang, 'Jangan, dek, kamu masih kecil, ibu sama siapa?' 'Enggak apa-apa, bu, nanti ibu repot ngurus Dek Faza. Enggak apa-apa aku mondok aja sama Mas Rafa. Dia berkeras mau mondok," tutur Sri Ayu.
Ia mengatakan salah satu hal yang membuatnya haru adalah ustadz di pesantren bercerita kalau Ahmad satu-satunya santri yang tidak menangis di malam pertama masuk.
"Ustadznya cerita, 'Ibu, saya bertahun-tahun (melihat) anak-anak setiap kali yang masuk ke pondok ini, malam pertama pasti nangis. Mau tidur nangis ingat ibunya. Baru Ahmad ini yang enggak (menangis), dia berdoa untuk ayah, ibunya, buat kakak dan adiknya'," ungkap Sri Ayu.
Dia melanjutkan, Ahmad sosok anak yang baik dan dewasa. Bahkan menurutnya Ahmad sosok anak yang lebih dewasa dari kakak dan adiknya.
Meski membesarkan empat anak seorang diri, Sri Ayu bisa membuktikan dengan berjualan kue dapat menyekolahkan tiga anaknya di pesantren.
"Saya mulai usaha bikin kue dan alhamdulillah. Allah yang mencukupkan, mungkin kalau dipikir-pikir anak pertama di Gontor, anak kedua di pondok, Ahmad juga dan ada adiknya. Kalau dari jualan saya enggak cukup secara itung-itungan manusia. Tapi saya percaya ada yang memberi saya, ada yang mencukupkan saya," jelasnya.
Editor : Arbi Anugrah