Bedah Gaya Dedi Mulyadi dan Pramono Atasi Kenakalan Remaja: Panca Waluya vs Manggarai Bersholawat

CILACAP.iNewscilacap.id - Maraknya fenomena tawuran dan kenakalan remaja di kalangan pelajar menjadi perhatian serius di Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Dua sosok pemimpin daerah, Gubernur Jabar Dedi Mulyadi dan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, kini mencuri perhatian publik dengan pendekatan berbeda dalam mengatasi persoalan pelik ini.
Lantas, bagaimana strategi mereka bersaing melawan kenakalan remaja? Mari kita bedah perbedaannya.
Dedi Mulyadi di Jawa Barat mengedepankan pendekatan komprehensif melalui konsep Panca Waluya dalam dunia pendidikan. Gagasan ini bertujuan membentuk karakter peserta didik menjadi pribadi yang lebih baik.
Salah satu terobosan menarik adalah pembinaan khusus bagi siswa bermasalah. Remaja yang terlibat tawuran, kecanduan game online, hingga balapan liar, akan dikirimkan ke barak milik TNI untuk menjalani pendidikan karakter intensif.
Terbaru, sebanyak 273 siswa telah dipulangkan setelah menjalani 18 hari pendidikan di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi, Bandung, pada Selasa, 20 Mei 2025. Dedi tak gentar dengan suara miring terhadap programnya.
"Jadi membangun hubungan negara dengan rakyat itu dengan rasa, bukan urusan administrasi kewilayahan. Banyak orang meragukan, akhirnya waktu yang menjawab," tegas Dedi di Gedung Sate. Pendekatan ini menunjukkan intervensi langsung pada sistem dan pembentukan karakter melalui disiplin militer.
Sementara itu, Pemerintah DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Pramono Anung memilih jalur yang berbeda.
Ia mencanangkan program 'Manggarai Bersholawat' sebagai salah satu pendekatan berbasis budaya dan keagamaan untuk menekan angka tawuran yang kerap melanda Manggarai.
Pramono memastikan program ini akan segera dilaksanakan. "Dalam waktu dekat, (Manggarai Berselawat) dalam minggu ini," tegas Pramono kepada awak media di Balai Kota Jakarta, Selasa, 20 Mei 2025.
Jika Dedi Mulyadi melakukan intervensi struktural pada sistem pendidikan dan karakter, Pramono Anung lebih memilih pendekatan diskusi langsung dengan masyarakat melalui kegiatan keagamaan. Ia percaya bahwa sentuhan spiritual dan pelibatan komunitas dapat menjadi benteng moral yang efektif melawan kenakalan remaja.
Perbedaan gaya ini menunjukkan bahwa meskipun tujuannya sama-sama mulia — mengatasi kenakalan remaja — kedua pemimpin ini memiliki filosofi dan strategi yang unik.
Dedi Mulyadi dengan intervensi langsung dan disiplin ala militer, sementara Pramono Anung dengan pendekatan kultural-religius yang merangkul komunitas. Mana yang paling efektif? Waktu dan implementasi program di lapangan yang akan memberikan jawabannya.
Editor : Arbi Anugrah